Pertama
kali Ramadhan di Al-fithrah. Suasananya beda sekali.
Puasa di Al-fithrah tidak seperti puasa pada
umumnya. Disini, di al-fithrah, melakukan puasa mutih atau ngrowot. Puasa mutih
adalah amaliyah berupa tidak mengkonsumsi makanan atau minuman yang berasal
dari makhluk yang bernyawa atau salah satunya campuran bahan pembuatannya
terdapat unsur hewani. Jadi disini puasanya hanya dengan makan makanan dari
benda tak hidup kecuali tumbuhan. Jadi kalau misalkan mau jajan bakso ya tidak
bisa, karena bakso terbuat dari bahan ayam atau daging sapi. Contoh lain ingin
minum susu, itu juga tidak boleh karena susu berasal dari hewan sapi atau
lainnya, harus ditahan dulu. Atau hal lainnya yang asal usulnya dari benda
hidup.
Akan
tetapi, pada saat hari Kamis, sering sekali para ustadz dan ustadzah menyebut
hari Kamis dengan hari merdeka. Karena pada saat hari Kamis, semua boleh
dimakan, ini sekaligus hari rayanya orang yang berpuasa mutih. Sempat ingin ini
itu, karena biasanya pada waktu berbuka semua jajanan yang saya suka selalu
saya beli. Kali ini tidak bisa seperti itu. Jadi ketika di bazar atau jalanan
dekat pondok, saya hanya bisa melihat sambil menahan keinginan untu beli. Hal
baru yang saya alami di sini.
Tentunya
puasa mutih ini punya tujuannya atau manfaatnya loh. “Tujuan utama mutih adalah
Riyadhoh, Mujahadah, taqliluth tho’am (menyedikitkan makan) agar hawa nafsu
bisa dikendalikan, semangat (rikat) beribadah dan agar dibersihkan dari
pengaruh-pengaruh syubhat dan haram. Oleh karenanya, perintah dari guru mursyid
kepada murid lebih pada pada sisi menghasilkan kesempurnaan (tahsilul kamalat)
bagi murid. Jika dirasa bermanfaat kemudian ia meninggalkan maka ia termasuk
su’ul adab (adab yang buruk). Waktu mutih antara laki-laki dan perempuan
berbeda. Waktu mutih laki-laki mulai tanggal 21 Sya’ban dan wanita mulai
tanggal 1 Ramadhan, keduanya diakhiri pada akhir bulan Ramadhan, pengecualian
puasa mutih ketika hari Kamis malam Jumat bulan Ramadhan. Disamping menjalankan
puasa mutih, juga harus membaca sholawat. Ada 3 macam sholawat yang harus
dibaca yaitu sholawat habibil mahbub, sholawat thibbil qulub dan sholawat qod
dloqot. Tiga macam sholawat tersebut masing-masing dibaca sebanyak 100 kali
selain malam Jumat. Adapun malam Jumat masing-masing dibaca 1000 kali”
penjelasan detail salah satu Ustdaz Al-fithrah.
Setelah
berpuasa sehari penuh, kami berbuka puasa bersama anak-anak. Setelah semuanya
selesai, kami bergegas menuju ke masjid Al-fithrah untuk sholat maghrib, sholat
isya, serta sholat tarawih di sana, tak lupa kitab suci Al-qur’an dan kitab Annafahat yang harus dibawa.
Suasana
Ramadhan begitu terasa di sini. Tiba-tiba saya teringat kata Ayah, sebelum Ayah
sakit. Ayah ingin ke sini saat bulan Ramadhan. Ayah ingin merasakan suasana di
sini ketika sholat tarawih. Tak terasa air mata ini menetes, cepat-cepat saya
usap supaya tidak ada yang tahu. Saya melihat bintang-bintang di langit yang
nampak hanya beberapa saja. Angin di lapangan masjid Al-fithrah membelah
keheningan dengan suara dedaunan pohon. Nampak semua khusyu’ dalam beribadah.
Saya
melihat seorang nenek yang sudah sepuh memegang tasbih seraya bibirnya
komat-kamit melafalkan wadzifah dzikir bersama jamaah lain. Melihat sebelah kanan
dan kiri saya yang rata-rata adalah orang yang sudah sepuh bahkan ada yang
memakai kursi roda, namun masih menyempatkan untuk datang sholat berjamaah di
sini. Saya merasa terenyuh, kadang-kadang saya merasa malas untuk jalan menuju
masjid, padahal kaki saya masih sehat dan masih mampu berjalan.
Wirid
telah selesai dan doa sudah dibaca. Ada jeda beberapa menit, saya dan anak-anak
memanfaatkan untuk mengaji Al-qur’an. Beberapa lembar sudah dibaca, diteruskan
lagi nanti setelah sholat tarawih. Adzan Isya sudah berkumandang, mendengarkan
suara merdu dari santri Al-fithrah yang entah sipa namanya, membuat hati ini
tenang, menikmati dan menyejukkan sanubari. Subhanallah suaranya indah sekali.
Sholat
pun segera dimulai, imam sudah berdiri dan takbirotul ihrom.
“Assalamu’alaikum
warahmatullah” imam menoleh ke kanan lalu ke kiri tanda akhir sholat isya’.
Sholat
isya telah usai. Tibalah saatnya untuk sholat tarawih.
Bilal
sudah memulai memberi aba-aba.
Mendengar
suara bilal yang berbeda dari musholla-musholla pada umumnya, saya tertegun
mendengar keindahan suaranya, Subhanallah. Bacaan sholatnya pelan dan meresapi
membuat orang-orang semakin khusyu’. Bacaan tartilnya begitu menyentuh hati.
Indah sekali. Sholat tarawih di sini 23 rakaat termasuk sholat witirnya. Setiap
8 rakaat sekali, Habib Ahmad Al Haddar membaca Annafahat. Subhanallah suaranya indah sekali. Maka nikmat Tuhan
yang manakah yang engkau dustakan?. Terimakasih Allah SWT telah memberikan
kenikmatan bisa mendengarkan lantunan ayat suci Al-quran dan sholawat yang
indah ini.
DZIKIR FIDA’
Dzikir
fida’ adalah dzikir dengan membaca laailaahaillallah sebanyak 70.000 kali.
Lampu dimatikan, di dalam maupun di luar masjid. Nyaman sekali rasanya. Dzikir
fida’ dilakukan selama Ramadhan dimulai pukul 21.30 sampai jam 23.00. Tanpa
sadar, saya mengantuk. Saya tertunduk sebentar karena mata saya sudah berat
untuk diangkat kelopaknya.
Saya
melihat Romo Yai berjalan dari arah ndalem (rumah) menuju ke arah masjid dengan
membawa tongkat di tangannya. Romo Yai menggunakan pakaian serba putih.
Menggunakan pakaian putih dan surban putih yang dibuat seperti kerudung di
kepala. Romo Yai terus berjalan dengan menggunakan tongkat yang terbuat dari
besi di tangan kanannya. Tiba-tiba saya terbangun dari mimpi. Ya Allah, apa saya
ditegur Romo Yai gara-gara saya mengantuk. Astaghfirullah.. tak lama kemudian
dzikir fida’ selesai dan saya pulang ke asrama bersiap-siap untuk melaksanakan
sholat malam.
Sholat
malam di sini adalah sholat tasbih 4 rakaat dan diakhiri dengan sholat liqodlo’il
hajaat. Setelah imam membaca doa, tandanya sudah selesai. Dengan sesegera
mungkin kami kembali ke asrama untuk menyiapkan makan sahur kami. Kami makan
sahur dengan anak-anak. Nasi diletakkan di talam dan dimakan bersama-sama.
Sungguh indah kebersamaan di bulan Ramadhan ini.