Ikrima's Blog

Senin, 06 Oktober 2014

ceritaku :)


The last day without you, Mr.Rain
Aku duduk di bangku kelas 3 SMP, Upacara bendera akan segera di mulai, siswa pun segera berkumpul di lapangan sekolah, hari itu tampak mendung, tapi aku pun tidak tau apa yang akan terjadi nantinya, mungkin hujan atau bahkan kebalikannya. Langit pun mulai menghitam seluruhnya, benih tetesan air mulai menetes dari langit kejauhan sana dan turun ke bumi, semua siswa maupun siswi panik, dan kembali ke kelasnya masing-masing, semua yang berada di luar kelas kini masuk ke dalam ruangan membuat kelas semakin sempit dan ramai, karena suara anak-anak yang tak bisa diam.
Hatiku mulai merasa bingung, kenapa? Entah !! aku juga tak begitu mengerti dengan apa yang terjadi saat ini. Aku ingin pulang. Aku merasa ada yang mengganjal, tapi apa yang harus aku lakukan mungkin saat ini tidak bisa terwujud, karena aku berada di sekolah yang dituntut untuk belajar.
Mata pelajaran terakhir telah dimulai, aku berharap jam pelajaran ini cepat selesai, dan aku ingin segera pulang. Hingga pelajaran terakhir selesai dan aku pergi melangkah menuju halte bus, tampaknya ada seorang laki-laki yang menjemputku, aku tahu itu adalah ayahku, tapi kenapa ayah tiba-tiba datang menjemputku?? Aku hanya tersenyum melihat ayah dari kejauhan. Atau mungkin ayah menjemputku karena hari ini adalah hari selamatan nenekku yang ke-40 harinya. Ya mungkin begitu.
Ayah membalas senyumku, dan memberi tanda supaya berjalan lebih cepat lagi, aku pun berjalan secepat mungkin, bahkan berlari kecil. Ayah mengajakku pergi ke rumah nenek yang berada di desa sebelah, hampir waktu itu rasa sedih sudah hilang karena kepergian nenek, aku merasa senang karena nantinya akan bertemu dengan keluarga besar dan saudara-saudaraku di sana.
Aku duduk di teras bersama 2 teman atau 2 sahabat sekaligus 2 saudaraku, dia Mr. Rain (Mas Dian) dan miss big bang (Mbak Tutus), aku memang akrab dengan mereka, kemana-mana selalu bersama, hampir tidak dapat dipisahkan, tapi jaraklah yang memisahkan kita sehingga tidak bisa ketemu setiap hari. Hmmm... rasanya pengen bisa dekat dengan mereka. Duduk dan mendengarkan lagu memang cara kita menghilangkan jenuh, Aku dan mbak Tutus hanya diam menatap mas Dian yang sedang mencuci motornya, mas Dian berkata “ini cuci motor terakhirku”. Tapi aku menganggap hanya seperti biasa saja, tidak ada hal yang terjadi selanjutnya, karena memang yang aku pikir dia akan mendapat motor baru dari ayah kandungnya setelah lama bercerai dari ibunya, dan kini ibunya telah memiliki suami lagi. Mungkin yang dirindukan mas Dian adalah kasih sayang ayah kandungnya. Sebagai adik, aku merasa senang karena telah dipertemukan kembali dengan ayah kandungnya. Kemudian kami menyanyi bertiga. Lagu “semua tentang kita” “peterpan”.
Namun esoknya, hal pahitpun terjadi, entah bagaimana kejadiannya aku sendiri tidak tahu persis. Yang aku tahu hanya mas Dian tabrakan dan aku hanya bisa menjenguk di luar ruangan rumah sakit, melihat mas Dian dengan beberapa kabel di dadanya. Aku sesenggukan, tapi aku yakin dia akan kembali seperti semula. Setelah tiga hari berbaring di rumah sakit, dia mulai siuman dan mulai melihatku yang saat itu diperbolehkan dokter masuk ke dalam ruangan. Alhamdulillah, akhirnya sadar juga, tapi dia belum bisa di ajak berkomunikasi karena kondisinya yang lemah. Tapi aku bersyukur kepada Allah, semakin hari kondisi mas Dian pun semakin baik.
Malam hari sesudah aku sholat isya’ , mas Dian memanggil namaku. Perkembangan yang pesat. Aku pun bersyukur mengucap hamdalah.
Setelah beberapa jam kemudian aku melihat mas Dian kualahan bernafas, aku memanggil dokter supaya di beri oksigen. Tapi gagal, mas Dian meninggal. Badanku terasa down, lemas, dan bahkan ingin pingsan. Aku memeluk mas Dian, kenapa ini terjadi pada masku, kenapa orang muda harus didahulukan, kenapa tidak orang yang tua yang duluan? Aku menangis, mungkin aku menyesal dengan takdir tuhan, tapi seseorang merangkulku, ayah kandung mas Dian. Aku menjadi sedikit lebih tenang. Ya tuhan, kenapa harus masku yang diambil, ya tuhan jika kau mengijinkan bisakah kau tukar dengan nyawa orang lain?. Tapi aku juga tidak menyalahkan tuhan, tuhan maha benar, tuhan mengerti tentang kehidupan dunia, sedangkan aku hanya budak kecil yang tak bisa berbuat semampu dengan tuhannya. Ya tuhan, aku hanya hambamu, ya tuhan maafkan aku yang menyalahkanmu ya tuhan, aku hanya ingin masku kembali hidup, tapi itu tidak mungkin, tapi jika tuhan mengijinkan untuk memberinya hidup lagi, aku akan bersyukur lebih dari aku bersyukur selama ini.
Aku menunggu mas Dian untuk kembali hidup normal lagi, aku seperti orang gila, aku mungkin gila dengan kenyataan pahit ini. Ibuku kembali mengingatkan aku, “hanya allah yang tahu takdir kita, umur kita, kematian kita, rizqi kita, bahkan jodoh kita, allahlah yang mengatur semuanya, serahkan semua kepada allah, dan bahwa manusia akan menghadap allah kembali”. Dari itu aku mulai berpikir untuk bisa bertemu di akhirat dan berkumpul di sana nantinya.
Aku mengantar jenazah mas Dian ke tempat terakhirnya, di situ juga terakhir kali melihat wajahnya.
Aku berharap tuhan bisa menjemput nyawaku dengan cepat supaya bertemu dengan mas Dian, tapi kenapa allah tidak menjemputku juga, ya tuhan aku ingin bertemu dengan mas Dian, ya tuhan aku kangen mas Dian. Tapi bagaimana dengan ayah ibuku, pasti mereka merasa kehilangan. Aku mencoba menerima segala apapun yang terjadi saat ini, tapi itu sulit.
Lagu yang akan mengingatkan tentang kisah kita bertiga, lagu peterpan, semua tentang kita. Duduk di teras dan aku ingat saat itu adalah hari diamana dia ingin mengungkapkan sesuatu, tapi itu tidak di sadari oleh kita.
Waktu terasa semakin berlalu..
Tinggalkan cerita tentang kita....
Tak kan tiada lagi kini tawamu..
Tuk hapuskan semua sepi di hati...
Ada cerita tentang aku dan dia...
Saat kita bersama..
Saat dulu kala..

0 komentar:

Posting Komentar