Ikrima's Blog

Welcome to My Blog

This is my personal blog. I hope this blog can give us knowledge, information, and others, and could be useful to those who read it.

ikrima's blog

well ladies, and gentlemen. read it, and hope you get information after you read it.

This is my blog

This is my personal blog. I hope this blog can give us knowledge, information, and others, and could be useful to those who read it.

Jumat, 06 November 2020

Ternyata, Jodohku di sini! (2)

Assalamualaikum B-Holic, lama rasanya jari ini berjumpa dengan si empunya.

Hari ini adalah hari spesial. Ku persembahkan tulisanku ini untuk suamiku, Abdurroc

Singkat cerita yang akhirnya menemukan separuh nyawa di pondok tercinta.

Sebelum mengenal, biasanya saya menyapanya dengan sebutan Ustadz Aab. Tapi kami jarang sekali bertegur sapa, meskipun bertemu di jalan… karena emang nggak pernah deket atau dan juga kelihatan wajahnya emang cuek “opo encen koyok ngunu ya wajahe” pikirku dalam hati ketika Ustadz Aab lewat. Berbanding terbalik dengan duniaku sebelumnya (bukan dunia lain loh ya). Yaudah si, nggak seberapa mikirin… emang adab di pondok kalau bertemu dengan lawan jenis ya seharusnya begitu..

Setahunku di Al Fithrah ku lewati dengan begitu cepat. Apalagi ketika mendekati Haul Akbar, rasanya tak ingin beranjak. Aku tinggal di asrama pondok putri kecil (Astricil), bersama anak-anak dan ustadzah lainnya. Begitu pula dengan Ustadz Aab yang juga tinggal di asrama pondok putra kecil (Astracil).

Sewaktu Ayah sakit, Ayah pernah berpesan “Kalo cari suami itu, jangan liat luarnya aja, liat juga dalamnya”

Mungkin kalau ibu ditanya tentang hal ini, ibu capek kali ya karena aku selalu menolak ketika mau dikenalkan dengan kenalan ibuk.. dan juga setiap ada yang mendekati bahkan diajak jalan pun ruwet sekali Hahaha. Entahlah mungkin juga belum waktunya dan belum jodohnya.

Suatu sore, Jam 16.00. Kantor sudah sangat sepi. Aku hanya ditemani Ustadzah novi di dalam kantor yang lagi sama-sama lembur. “pulang yuk dzah, besok lagi..” ajakku

Akhirnya kita memutuskan untuk melanjutkan besok lagi lemburnya. Setelah di asrama, sejenak merebahkan badan dengan punggung diberi bantal. “Wahh, enaknya…”

Febi datang sambil lari “Ustadzah rima, ada tamu”. Sambil ngerengek (karena baru datang dari sekolah, harus terima tamu lagi) aku memakai kerudung untuk menemui tamu.. “Ini kan bukan hari persambangan” pikirku

Dengan wajah yang kucel tanpa bedak atau apapun… ku buka gerbangnya sambil berkata “siapa?”
lalu menolehlah wajah yang tidak asing lagi bagiku, ternyata Ustadz Aab.

Jantungku berpacu cepat, semua salah tingkah, seolah-olah aku tahu apa yang akan dibicarakan.

Sehari sebelumnya memang kita chattingan membahas masalah itu, sepertinya aku tahu ujungnya. Makanya chattingannya tidak ku balas dan akhirnya Ustadz Aab datang kesini.

“Dzah..” sapa Ustadz Aab

“ Ya tadz, duduk sini tadz” ku mempersilahkannya

Sembari Ustadz Aab menata duduknya, aku mengatur napas dan jantungku dari tadi. Aku harus bagaimana ini?

“Dzah, pripun yang kemarin? // “Dzah gimana yang kemarin” Tanya Ustadz Aab

“Gatau” Jawabku singkat dan agak judes (masih agak)

“Saya tanya orang tua saya dulu” sambil bisik-bisik karena takut yang lainnya dengar.

Seperti dikejar-kejar deadline, setiap kali chat selalu yang ditanyakan itu.

Akhirnya aku memberanikan diri untuk memberitahu ibu bahwa ada yang melamarku.

“Loh, kok tumben?” kata Ibu, karena aku sama sekali tidak pernah cerita dengan siapa aku dekat selama kurang lebih 23 tahun yang lalu, hehe.

“Tapi kalo gak boleh, gak papa buk.. soalnya rumahnya jauh” penjelasanku

“ya gapapa, sekarang ada HP dan lain sebagainya” timpal ibuku

“loh kok sekarang ibuk suka yang jauh-jauh, dulu katanya harus dekat…” aku menimpali ibuku

“Lah tapi kalo emang srek ya gapapa mbak, kalo jodoh kan apapun jadi” ibuku menjelaskan

“Loh ibuk kok jadi gini ya” (gumamku dalam hati)

Karena ibuk sudah mengiyakan, saatnya aku berpikir matang-matang, karena ini gak main-main..

Banyak sekali pertimbangan yang aku harus pikirkan, sangat banyak…

Aku pikir Ustadz Aab sudah lupa karena sudah nggak pernah menanyakan lagi.

“kring….”

--ku membuka hp—

“dzah pripun?” Ustadz Aab mengirimiku pesan

“waduhhhh, aku harus jawab apa? Masih belum ketemu jawabannya, istikhoroh pun masih belum nemu jawabannya”

Ku biarkan chat itu tanpa ada balasan apapun..

Malam hari, ku dengarkan Aisyah bercerita, ku dekati… ternyata Aisyah menceritakan Ustadz Aab.

Mungkin ini sudah kehendak Allah aku harus mendengarkan cerita ini.

“Dzah, tadi loh dzah Ustadz Aab baik sekaliiii, ada orang minta-minta dikasih uang sama Ustadz Aab, tapi ngasihkannya itu nyuruh anak asrama dzah..” Aisyah bercerita..

“ohh.. “ aku nggak tahu harus jawab apa

Esoknya, Ustadzah Hima tiba-tiba nyeletuk “Dzah, Aab itu seangkatan sama aku, apik an dzah anaknya, kalo sama perempuan itu menjaga gitu..”

Apa ini tandanya aku harus sama Ustadz Aab ya..

Selang dua hari, aku buka chatnya dan membalasnya, semoga ini terbaik untuk masing-masing dari kita.

“Assalamualaikum Ustadz Aab, maaf balesnya lama, pertanyaan kemarin jawabannya iya, Bismillah…” Jawabku singkat dengan mengirim pesan

Akhirnya dengan cepat kami memutuskan untuk melakukan pertemuan keluarga untuk membahas kelanjutannya.. Seperti pada umumnya orang mau nikah, banyak sekali godaannya. Mau udahan lah, gausah dilanjutin, dan lain sebagainya…

Tepat di tanggal 28 Februari 2020, kami sudah sah menjadi suami istri.

Melihat ke arahnya yang sekarang aku panggil dengan sebutan “mas” rasanya aneh… “kok bisa ya?”

Ternyata jodohku di sini..

 

NB:

Dan orang pertama yang bukan sedarah berhasil abadi dalam tulisan jelek ini. Hai Mas, Selamat ulang tahun ya, semoga barokah umurnya, selalu dimudahkan dari segala urusan, dan selalu bersama-sama ya mas dalam suka atau duka, pokoknya sampek nanti-nanti, semoga sesyurga bareng… Aamiin. Bentar lagi Anniv kita loh, jangan lupa siapin juga hadiahnya ya wkwkwkwk..

 

Sabtu, 22 Agustus 2020

Video Belajar Perkalian Kelas 2

Minggu, 16 Juni 2019

RAMADHAN DI AL-FITHRAH


Pertama kali Ramadhan di Al-fithrah. Suasananya beda sekali.
Puasa  di Al-fithrah tidak seperti puasa pada umumnya. Disini, di al-fithrah, melakukan puasa mutih atau ngrowot. Puasa mutih adalah amaliyah berupa tidak mengkonsumsi makanan atau minuman yang berasal dari makhluk yang bernyawa atau salah satunya campuran bahan pembuatannya terdapat unsur hewani. Jadi disini puasanya hanya dengan makan makanan dari benda tak hidup kecuali tumbuhan. Jadi kalau misalkan mau jajan bakso ya tidak bisa, karena bakso terbuat dari bahan ayam atau daging sapi. Contoh lain ingin minum susu, itu juga tidak boleh karena susu berasal dari hewan sapi atau lainnya, harus ditahan dulu. Atau hal lainnya yang asal usulnya dari benda hidup.
Akan tetapi, pada saat hari Kamis, sering sekali para ustadz dan ustadzah menyebut hari Kamis dengan hari merdeka. Karena pada saat hari Kamis, semua boleh dimakan, ini sekaligus hari rayanya orang yang berpuasa mutih. Sempat ingin ini itu, karena biasanya pada waktu berbuka semua jajanan yang saya suka selalu saya beli. Kali ini tidak bisa seperti itu. Jadi ketika di bazar atau jalanan dekat pondok, saya hanya bisa melihat sambil menahan keinginan untu beli. Hal baru yang saya alami di sini.
Tentunya puasa mutih ini punya tujuannya atau manfaatnya loh. “Tujuan utama mutih adalah Riyadhoh, Mujahadah, taqliluth tho’am (menyedikitkan makan) agar hawa nafsu bisa dikendalikan, semangat (rikat) beribadah dan agar dibersihkan dari pengaruh-pengaruh syubhat dan haram. Oleh karenanya, perintah dari guru mursyid kepada murid lebih pada pada sisi menghasilkan kesempurnaan (tahsilul kamalat) bagi murid. Jika dirasa bermanfaat kemudian ia meninggalkan maka ia termasuk su’ul adab (adab yang buruk). Waktu mutih antara laki-laki dan perempuan berbeda. Waktu mutih laki-laki mulai tanggal 21 Sya’ban dan wanita mulai tanggal 1 Ramadhan, keduanya diakhiri pada akhir bulan Ramadhan, pengecualian puasa mutih ketika hari Kamis malam Jumat bulan Ramadhan. Disamping menjalankan puasa mutih, juga harus membaca sholawat. Ada 3 macam sholawat yang harus dibaca yaitu sholawat habibil mahbub, sholawat thibbil qulub dan sholawat qod dloqot. Tiga macam sholawat tersebut masing-masing dibaca sebanyak 100 kali selain malam Jumat. Adapun malam Jumat masing-masing dibaca 1000 kali” penjelasan detail salah satu Ustdaz Al-fithrah.

Setelah berpuasa sehari penuh, kami berbuka puasa bersama anak-anak. Setelah semuanya selesai, kami bergegas menuju ke masjid Al-fithrah untuk sholat maghrib, sholat isya, serta sholat tarawih di sana, tak lupa kitab suci Al-qur’an dan kitab Annafahat yang harus dibawa.
Suasana Ramadhan begitu terasa di sini. Tiba-tiba saya teringat kata Ayah, sebelum Ayah sakit. Ayah ingin ke sini saat bulan Ramadhan. Ayah ingin merasakan suasana di sini ketika sholat tarawih. Tak terasa air mata ini menetes, cepat-cepat saya usap supaya tidak ada yang tahu. Saya melihat bintang-bintang di langit yang nampak hanya beberapa saja. Angin di lapangan masjid Al-fithrah membelah keheningan dengan suara dedaunan pohon. Nampak semua khusyu’ dalam beribadah.
Saya melihat seorang nenek yang sudah sepuh memegang tasbih seraya bibirnya komat-kamit melafalkan wadzifah dzikir bersama jamaah lain. Melihat sebelah kanan dan kiri saya yang rata-rata adalah orang yang sudah sepuh bahkan ada yang memakai kursi roda, namun masih menyempatkan untuk datang sholat berjamaah di sini. Saya merasa terenyuh, kadang-kadang saya merasa malas untuk jalan menuju masjid, padahal kaki saya masih sehat dan masih mampu berjalan.
Wirid telah selesai dan doa sudah dibaca. Ada jeda beberapa menit, saya dan anak-anak memanfaatkan untuk mengaji Al-qur’an. Beberapa lembar sudah dibaca, diteruskan lagi nanti setelah sholat tarawih. Adzan Isya sudah berkumandang, mendengarkan suara merdu dari santri Al-fithrah yang entah sipa namanya, membuat hati ini tenang, menikmati dan menyejukkan sanubari. Subhanallah suaranya indah sekali.
Sholat pun segera dimulai, imam sudah berdiri dan takbirotul ihrom.
“Assalamu’alaikum warahmatullah” imam menoleh ke kanan lalu ke kiri tanda akhir sholat isya’.
Sholat isya telah usai. Tibalah saatnya untuk sholat tarawih.
Bilal sudah memulai memberi aba-aba.
Mendengar suara bilal yang berbeda dari musholla-musholla pada umumnya, saya tertegun mendengar keindahan suaranya, Subhanallah. Bacaan sholatnya pelan dan meresapi membuat orang-orang semakin khusyu’. Bacaan tartilnya begitu menyentuh hati. Indah sekali. Sholat tarawih di sini 23 rakaat termasuk sholat witirnya. Setiap 8 rakaat sekali, Habib Ahmad Al Haddar membaca Annafahat. Subhanallah suaranya indah sekali. Maka nikmat Tuhan yang manakah yang engkau dustakan?. Terimakasih Allah SWT telah memberikan kenikmatan bisa mendengarkan lantunan ayat suci Al-quran dan sholawat yang indah ini.

DZIKIR FIDA’
Dzikir fida’ adalah dzikir dengan membaca laailaahaillallah sebanyak 70.000 kali. Lampu dimatikan, di dalam maupun di luar masjid. Nyaman sekali rasanya. Dzikir fida’ dilakukan selama Ramadhan dimulai pukul 21.30 sampai jam 23.00. Tanpa sadar, saya mengantuk. Saya tertunduk sebentar karena mata saya sudah berat untuk diangkat kelopaknya.
Saya melihat Romo Yai berjalan dari arah ndalem (rumah) menuju ke arah masjid dengan membawa tongkat di tangannya. Romo Yai menggunakan pakaian serba putih. Menggunakan pakaian putih dan surban putih yang dibuat seperti kerudung di kepala. Romo Yai terus berjalan dengan menggunakan tongkat yang terbuat dari besi di tangan kanannya. Tiba-tiba saya terbangun dari mimpi. Ya Allah, apa saya ditegur Romo Yai gara-gara saya mengantuk. Astaghfirullah.. tak lama kemudian dzikir fida’ selesai dan saya pulang ke asrama bersiap-siap untuk melaksanakan sholat malam.
Sholat malam di sini adalah sholat tasbih 4 rakaat dan diakhiri dengan sholat liqodlo’il hajaat. Setelah imam membaca doa, tandanya sudah selesai. Dengan sesegera mungkin kami kembali ke asrama untuk menyiapkan makan sahur kami. Kami makan sahur dengan anak-anak. Nasi diletakkan di talam dan dimakan bersama-sama. Sungguh indah kebersamaan di bulan Ramadhan ini.

Cinta Pertamaku


Sebulan sebelum puasa, Ayah bilang “setiap minggu pada bulan Ramadhan besok, Ayah mau ke Al-fithrah, shalat tarawih di sana”
…..
Siang hari. Tak seperti biasanya, aku sangat lelah dan ingin cepat-cepat terlelap. Akan tetapi, baju kotor masih banyak. Tak biasanya, saya membiarkan baju kotor menggunung di keranjang. Hari ini, saya malas sekali. Mau buka handphone, tapi tidak punya pulsa maupun paket internet. Handphone saya matikan, karena baterai habis. Sambil menunggu baterai penuh, saya tidur di depan tv bersama anak-anak. Saya tidur pukul 14.00-17.00. Saya terbangun karena ingat bahwa saya belum sholat ashar.
Sambil menunggu adzan, saya memainkan handphone yang tidak bisa dibuat apa-apa itu. adzan maghrib sudah terdengar, semuanya bersiap-siap untuk sholat. Sholat maghrib pun selesai seperti biasanya. Tiba-tiba jantung ini berdetak begitu cepat, rasanya ingin sekali buka handphone. Tapi di handphone tidak ada tanda-tanda pesan penting apapun. “nanti sajalah beli paketan internetnya” pikir saya. Sholat isya segera dilaksanakan.
Usai sholat isya, saya meminta tolong ustadzah lainnya untuk memberikan tethering internet untuk handphone saya. Ternyata 21 panggilan masuk. Tumben sekali. Saya buka pesan satu persatu.
Tubuhku melemas ketika ada pesan masuk yang bertuliskan “Ayah masuk rumah sakit, ayah sakit stroke”. Tidak biasanya. Tidak pernah sebelumnya. Ayah tidak mempunyai riwayat yang serius sebelumnya. Seketika itu, tubuh saya tidak kuat untuk berdiri. Saya diantar Ustadzah Fitri pergi ke rumah sakit di Gresik. Saya berangkat pukul 20.00 dan sampai di rumah sakit pukul 21.30 WIB.
Saya langsung masuk ruangan Unit Gawat Darurat (UGD) mencari nama Ayah saya. Ternyata ayah saya berada di ruangan kuning, itu tandanya waspada. Semakin tidak tertahan air mata ini. Semakin deras manakala ada bibi dan paman menepuk pundak untuk menenangkan.
Ibu saya memeluk saya dan berkata “Ayah pasti sembuh, jangan menangis di hadapan Ayah” pinta Ibu. Aku pun meng-iyakan dan mulai masuk menemui Ayah. Tubuh saya mengaku, karena menahan tetesan air mata yang mau keluar. Ayah tahu kalau saya menangis. Tapi Ayah tak pernah tahu aku menangis ketika di hadapannya.
Saat itu kondisi Ayah kritis, tekanan darahnya masih naik turun. Tekanan darah Ayah yang mulanya 210 kini sudah menjadi 170 dan kadang naik lagi. Alhamdulillah tekanan darah Ayah sedikit demi sedikit mulai turun. Tubuh Ayah sebelah kiri mati sebelah. Aku berpikir aku masih belum siap kalau Ayah diambil sekarang. Apapun bacaan amalan dari Romo Yai saya baca supaya Ayah cepat sembuh. Mau bangun saja, Ayah tak bisa. Harus dengan bantuan orang lain. Buang air kecil juga dibantu menggunakan alat. Saya mulai berpikir yang tidak-tidak. Astaghfirullah…
Semua datang mengunjungi Ayah di rumah sakit, saudara Ayah, para tetangga, teman-teman Ayah semuanya menjenguk ke rumah sakit. Setiap orang yang datang pasti menangis. Saya selalu marah ketika ada orang yang menangis. Karena ketika mereka menangis, saya pun menangis. Saya selalu ingat apa yang dibilang Ibu “Jangan menangis”.
Saya anak pertama. Bagaimana cara berpikir seorang anak pertama? Semua yang menjadi anak pertama pasti tahu apa yang saya pikirkan. Sebelumnya saya pernah mengatakan “Yah, aku mau S2 ya..” pintaku.
“Berapa biayanya?” tanya Ayah.
“Nggak tau, tapi cari beasiswa dulu yah” jawab saya.
(Ayah tak menjawab)
Saya hanya berpikiran “apa gara-gara kalimat itu, Ayah jadi kepikiran?”
Saat selesai makan, saya mencoba bilang ke Ayah “Yah, aku tidak jadi ambil S2 nya”
“kenapa?” tanya Ayah.
“udah males yah, udah gak minat. Besok-besok aja kalau minat lagi” jawab saya.
“jangan, S2 saja” pinta Ayah
Waktu mengajar saya penuh ditambah lagi dengan kegiatan di asrama yang padat. Sebenarnya itu tidak jadi masalah, karena jam bisa saya bicarakan lagi dengan kepala sekolah. Tak sampai bilang dan berdiskusi tentang itu. Ayah saya sudah sakit. Rencananya saya membiayai kuliah saya dengan uang saya sendiri yang sudah saya dapat dari hasil mengajar. InsyaAllah cukup. Tapi hal lain terjadi. Ayah sudah tidak bisa bekerja. Otomatis, akulah yang harus menanggung semuanya kebutuhan ditambah obat Ayah yang harganya lumayan. Setitik pun saya tidak merasa keberatan dengan hal ini. Yang penting Ibu dan Ayah saya bahagia, sudah cukup bagi saya. Kuliah S2 bisa kapan saja. Apapun akan saya berikan untuk mereka berdua, dan untuk masa depan adik saya.
Ketika Ayah sakit, Ayah selalu saya bawakan air dari pesareannya Romo Yai, kata ustadz “coba sampean bawakan supaya dapat barokahnya Yai”. Saya menurut saja. Saya hanya ingin Ayah saya sembuh dan sehat kembali.
Pulang dari Surabaya saya berikan botol yang berisi air tadi untuk diminum Ayah. Tiba-tiba Ayah saya bilang “air ini lebih segar dari yang lain (sambil menunjuk air pesarean dari Romo Yai”. Ayah tidak pernah tahu kalau itu air Romo Yai, tapi Ayah selalu bisa merasakan dan selalu bilang air itu lebih segar daripada air yang lainnya. Akhirnya saya cerita kalau air itu mengambil dari pesareannya Romo Yai.
Saat di rumah sakit, Ayah sering kali mimpi bertemu Romo Yai. Ayah menceritakan ciri-ciri Romo Yai. Sebelumnya Ayah bukan jamaahnya Romo Yai. Ayah bergabung semenjak saya masuk Al-fithrah. Ayah bercerita, di dalam mimpi Ayah, Ayah diberikan do’a oleh Romo Yai. Romo Yai membacakan do’a yang sangat panjang di hadapan Ayah langsung. Merinding langsung mendengar cerita Ayah. Ayah bahkan tidak tahu menahu wajah Romo Yai. Tapi Ayah menceritakan begitu detail. Itu mimpi pertama. Yang kedua, Ayah kembali bermimpi. Ayah didatangi Romo yai bersama empat murid dibelakangnya lewat depan ruangan Ayah. Dan tiga mimpi lainnya yang bertemu dengan Romo Yai lagi.
Setelah keluar dari rumah sakit. Ayah mengikuti terapi dan kontrol rutin. Ayah memilih terapi di rumah saja dengan dibantu ahli urat. Alhamdulillah tanpa disangka, Ayah bisa berdiri dan sedikit demi sedikit mulai berjalan. Aku yang tidak berada di rumah, dikirim video Ayah berjalan rasanya tidak menyangka secepat ini Ayah bisa berjalan. Rasa syukur tak henti-hentinya terucap. Kini Ayah sudah bisa berjalan lagi. Saya pun mulai melakukan aktivitas mengajar seperti biasanya. Tapi kali ini, saya harus pulang setiap minggunya, karena obat Ayah yang harus dibeli. Setiap pergi ke Surabaya, Ayah selalu memesan “jangan lupa bawakan air pesareannya Romo Yai”.
Sakit stroke Ayah ini terbilang cepat diantara yang lainnya. Karena 3 minggu Ayah sudah bisa berjalan lagi, meskipun jalannya tidak seperti dulu. Semua ini tak luput dari pertolongan Allah SWT lewat orang yang memijat Ayah dan dari barokahnya Romo Yai juga. Allahumma sholli ‘alaa sayyidinaa Muhammad…