Terdegradasinya Kebudayaan Indonesia
Kebudayaan merupakan aset yang
dimiliki bangsa Indonesia sebagai ciri khas suatu bangsa. Budaya berasal dari
“budi” dan “daya” yang artinya adalah hasil dari ide yang bisa berupa tarian,
nyanyian, gamelan, dan lain sebagainya. Kebudayaan juga merupakan aset negara
yang harus dijaga dan dipelihara, supaya tidak diklaim atau ditiru negara lain
dan bahkan dilupakan masyarakat Indonesia, sehingga hilangnya kebudayaan yang
berada di Indonesia berpotensi lebih tinggi.
Kebudayaan Indonesia sejak zaman
1980-an keadaannya mulai kurang baik, semakin tergeser, terdegradasi, dan
tersingkir dari puncak dan pusat perhatian dan kesibukan kita. Banyak para tokoh budayawan yang berada di
negara Indonesia merasakan kemerosotan kebudayaan yang terjadi di Indonesia,
tetapi pada saat itu masih ada permasalahan yang diperdebatkan, jadi masih ada
hiruk pikuk permasalahan tentang kebudayaan.
Masyarakat
beranggapan bahwa kebudayaan adalah suatu yang tradisional dan perlu untuk
ditinggalkan karena mereka berpikir Indonesia perlu berkembang dan maju. Dan
nilai- nilai kebudayaan itu di pandang kurang relevan dengan kehidupan
masyarakat modern. Anggapan itu adalah
salah, karena budaya itu lambang dan karakter, bahkan dengan budaya yang kita
miliki, kita harus bangga dan melindungi.
Penyebab
mengapa Malaysia mengklaim budaya-budaya yang ada di negara Indonesia? Karena
budaya Indonesia yang beragam dan budayawan kita yang kurang mengerti akan kebudayaan sendiri,
namun budayawan malaysia mengerti dan paham akan seluk beluk kebudayaan negara
indonesia (khususnya melayu). Malaysia beranggapan bahwa antara Malaysia dengan Indonesia
itu lebih tua Malaysia, jadi Malaysia berhak mengklaim kebudayaan Indonesia
karena mereka beranggapan kebudayaan Indonesia ada karena kebudayaan Malaysia,
jadi asal usul kebudayaan Indonesia berawal dari Malaysia.
Era
globalisasi, tentu akan berpengaruh pada dinamika budaya di setiap negara.
Khususnya di Indonesia, hal ini bisa dirasakan dan sangat menonjol saat ini.
Begitu bebas budaya yang masuk dari berbagai arus kehidupan. Pribadi yang
ramah-tamah juga sangat mendukung masuknya berbagai budaya tersebut. Ditambah
lagi generasi muda kita yang terkesan bosan dengan budaya yang mereka anggap
kuno. Namun, masuknya budaya dari luar justru kerap berimbas buruk bagi bangsa
ini. Misalnya budaya berpakaian yang lebih ke barat-baratan, gaya hidup (life
style), segi iptek, maupun adat-istiadat. Semua itu berdampak sangat buruk dan
dapat dengan mudah menggeser budaya asli yang ada di Indonesia. Itu artinya
Indonesia masih belum siap untuk menerima globalisasi. Para remaja bahkan
anak-anak terkena dampak buruk dalam segi iptek. Penyalahgunaan ini disebabkan
belum ada filterisasi budaya yang masuk.
Kesadaran
generasi muda yang kurang akan pentingnya budaya.
Untuk mempertahankan budaya memang sangat dibutuhkan kesadaran yang kuat. Tidak hanya mengakui tetapi harus ikut serta dalam pelestarian budaya. Dari kesadaran itulah akan muncul upaya-upaya menjaga, melindungi budaya asli daerah sehingga akan tetap utuh. Di samping itu, faktor yang menyebabkan terjadinya pengklaiman budaya Indonesia atas nama Malaysia yaitu pemerintah kurang perhatian terhadap kekayaan budaya nasional. Kurangnya sarana untuk menampilkan budaya asli Indonesia kepada masyarakat luas. Sehingga masyarakat luas kurang mengenal budayanya sendiri. Contoh beberapa produk yang diklaim Malaysia adalah batik, reog ponorogo, masakan rendang dari Sumatra Barat, kuda lumping, lagu rasa sayange, alat musik angklung, gamelan dari Jawa serta tari piring dan masih banyak yang lainnya.
Untuk mempertahankan budaya memang sangat dibutuhkan kesadaran yang kuat. Tidak hanya mengakui tetapi harus ikut serta dalam pelestarian budaya. Dari kesadaran itulah akan muncul upaya-upaya menjaga, melindungi budaya asli daerah sehingga akan tetap utuh. Di samping itu, faktor yang menyebabkan terjadinya pengklaiman budaya Indonesia atas nama Malaysia yaitu pemerintah kurang perhatian terhadap kekayaan budaya nasional. Kurangnya sarana untuk menampilkan budaya asli Indonesia kepada masyarakat luas. Sehingga masyarakat luas kurang mengenal budayanya sendiri. Contoh beberapa produk yang diklaim Malaysia adalah batik, reog ponorogo, masakan rendang dari Sumatra Barat, kuda lumping, lagu rasa sayange, alat musik angklung, gamelan dari Jawa serta tari piring dan masih banyak yang lainnya.
Bahkan
pemuda maupun pemudi saat ini banyak yang meninggalkan kebudayaan dalam
bersikap dan bertutur kata, seperti halnya berbicara dengan orang tua,
kebudayaan untuk berbicara dengan bahasa jawa sudah hilang, dan cara bertutur pun
sudah tidak seperti dulu, alasannya hanya karena dampak globalisasi, bahkan ada
yang sampai tidak bisa berbicara dengan bahasa kromo (orang jawa).
Membangun
kepedulian pemuda-pemudi untuk pelestarian kebudayaan merupakan hal yang tepat untuk
dilakukan, karena di tangan pemuda kebudayaan bisa terselamatkan. Cara untuk
membangun kepedulian pemuda-pemudi adalah dengan mengenalkan budaya yang ada di
berbagai daerah. Pemuda sebagai “agent of change” dan “agent of control”. Sebagai
agen untuk perubahan Indonesia yang lebih baik, berubah untuk ikut andil dalam
menjaga dan melestarikan budaya. Dan sebagai pengontrol budaya-budaya yang
masuk ke negara Indonesia.
Tetapi
pemuda-pemudi tidak boleh 100 persen disalahkan karena pemerintah juga harus
bisa menjaga keasrian budaya milik negara. Negara dan
pejabat negera hanya memfungsikan kesenian Indonesia untuk kepentingan praktis,
karena titik tolak pandangan dan sikapnya masih pada batas bahwa kesenian
tradisional dan modern adalah instrumen kegiatan ritual. Kebudayaan masih
dianggap instrumen yang berfungsi praktis, umpamanya untuk tujuan pelancongan
(turisme) bagi peningkatan sumber devisa negara, para seniman yang mengembangkan
etos kebudayaan masih bergulat dengan banyak pihak kearah perbaikan kesenian
Indonesia di masa depan. Perlu dipahami kita memperbincangkan terdegradasinya
kedudukan kebudayaan sebagai suatu pranata sosial. Itu tidak membicarakan
budaya secara detail. Bukan juga nilai budaya masyarakat. Ini perlu ditekankan
karena perbincangan tentang terdegrasinya peran sosial budaya sering dipahami
secara keliru sebagai kritik atau tuduhan terhadap sosial budaya. Seakan-akan
gejala ini merupakan kesalahan pihak budayawan.
Karena budayawan
merasa diserang, mereka membela diri dan membela status quo dengan mengatakan
kebudayaan sekarang baik- baik saja, kalau ada penilaian yang negatif atas
perkembangan budaya, maka itu di anggap sebagai kegagalan atau ketololan para
kritikus budaya yang kurang paham kepada kebudayaan.
Kesimpulannya,
bukan hanya budayawan, pemuda-pemudi dan pemerintah saja yang disalahkan tetapi
masyarakat luas harus ikut serta dalam menjaga, melestarikan keasrian budaya
Indonesia. Karena budaya Indonesia adalah milik bersama dan kebanggaan bersama.